Sejarah Tembang 1279

Sejarah Tembang 1279

SEJARAH TEMBANG MACAPAT
Sejarah tembang macapat masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul tembang macapat, yaitu:

  • Tembang macapat muncul pada akhir masa Kerajaan Majapahit dan dipengaruhi oleh Walisongo. Pendapat ini sering dianggap relevan di Jawa Tengah, mengingat peran Walisongo dalam menyebarkan Islam di wilayah ini. Namun, di Jawa Timur dan Bali, tembang macapat diyakini telah ada sebelum Islam berkembang di Nusantara.
  • Tembang macapat diciptakan oleh Prabu Dewawasesa atau Prabu Banjaransari di Sigaluh pada tahun 1279 Masehi. Pandangan ini merujuk pada salah satu tokoh legendaris yang dianggap berjasa dalam seni sastra Jawa.
  • Tembang macapat diciptakan oleh beberapa wali dan bangsawan, seperti Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muryapada, Sunan Kalijaga, Sultan Pajang, Sultan Adi Eru Cakra, dan Adipati Nata Praja.

Tembang macapat merupakan puisi Jawa yang dilagukan dan memiliki ciri khas tersendiri. Ciri-ciri tembang macapat antara lain:

  • Setiap baitnya terdiri dari baris kalimat yang disebut gatra.
  • Setiap baris memiliki jumlah suku kata tertentu, yang disebut guru wilangan.
  • Setiap bait memiliki pola keterkaitan bunyi di akhir baris, yang disebut guru lagu.

Peran dan Pengakuan Tembang Macapat
Sebagai bagian dari sastra Jawa klasik, tembang macapat memiliki peran penting dalam tradisi kebudayaan Jawa. Tembang ini sering digunakan dalam berbagai ritual adat, upacara, hingga sebagai media pendidikan moral dan sosial. Pada tahun 2009, UNESCO mencatat tembang macapat sebagai Warisan Budaya Lisan dan Tak Benda Dunia, menegaskan pentingnya warisan ini dalam konteks global.

Tembang macapat berkembang tidak hanya di Jawa, tetapi juga di daerah lain seperti Bali, Madura, dan Palembang, menunjukkan bahwa seni ini memiliki daya tarik lintas budaya. Selain itu, tembang macapat juga digunakan sebagai media dakwah oleh Walisongo, menjadikannya sarana yang efektif untuk menyampaikan ajaran agama dengan cara yang estetis dan penuh makna.

Jenis dan Makna Tembang Macapat
Tembang macapat terdiri dari beberapa jenis, yang masing-masing memiliki makna dan filosofi kehidupan yang mendalam:

  1. Maskumambang
    Tembang ini menggambarkan kehidupan manusia saat berada di alam ruh dan ketika mulai ditanamkan ke rahim ibu. Maskumambang sering dianggap sebagai awal dari perjalanan kehidupan.

  2. Mijil
    Mengilustrasikan proses kelahiran manusia, dari alam ruh ke dunia fisik. Nama “Mijil” sendiri berarti “keluar,” melambangkan awal mula seseorang memasuki kehidupan duniawi.

  3. Sinom
    Sinom menceritakan masa muda yang penuh harapan, idealisme, dan cita-cita. Tembang ini sering digunakan untuk menggambarkan energi dan semangat pemuda.

  4. Kinanthi
    Berasal dari kata “kanthi,” yang berarti membutuhkan tuntunan. Tembang ini menggambarkan proses pembentukan jati diri dan pencapaian tujuan hidup, menekankan pentingnya bimbingan.

  5. Asmaradana
    Tembang ini berkisah tentang cinta dan kasih sayang, menggambarkan masa-masa penuh perasaan hangat dan romantis.

  6. Gambuh
    Gambuh menggambarkan perjanjian atau komitmen dalam suatu hubungan, menekankan pentingnya keharmonisan dan persatuan.

  7. Dhandhanggula
    Mencerminkan kehidupan yang mapan dan sejahtera, baik secara sosial maupun ekonomi. Tembang ini sering digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan dan rasa syukur.

  8. Durma
    Durma menggambarkan kedermawanan, khususnya seseorang yang rela berbagi dan bersedekah.

  9. Pangkur
    Tembang ini memiliki makna tentang sifat buruk manusia, seperti angkara murka dan keburukan lainnya.

  10. Megatruh
    Tembang ini menggambarkan perasaan manusia yang menghadapi kematian, sebuah refleksi mendalam tentang kefanaan hidup.

  11. Pucung
    Pucung menceritakan tentang tubuh manusia yang sudah meninggal dan berada di alam kubur, mengingatkan manusia akan kehidupan setelah kematian.

Pentingnya Melestarikan Tembang Macapat
Melestarikan tembang macapat adalah salah satu cara menjaga warisan budaya leluhur. Dalam konteks modern, tembang ini dapat diajarkan melalui berbagai media, termasuk sekolah, pertunjukan seni, hingga platform digital. Dengan pelestarian yang baik, tembang macapat tidak hanya menjadi bagian dari identitas budaya Jawa, tetapi juga memberikan inspirasi moral dan spiritual yang relevan sepanjang masa.

Pada tahun 2025, tembang macapat terus mengalami perkembangan yang signifikan dalam upaya pelestarian dan pengenalan kepada generasi muda. Berbagai inisiatif dilakukan oleh pemerintah daerah dan komunitas budaya untuk memastikan warisan budaya ini tetap relevan dan dikenal luas.

Salah satu contoh nyata adalah kegiatan “Macapat Senja” yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Acara ini merupakan refleksi dari perjuangan untuk membumikan ilmu dan mengembangkan kebudayaan sebagai sebuah cita-cita yang luhur. Melalui kolaborasi dengan komunitas seni lokal, “Macapat Senja” berhasil menarik minat generasi muda untuk lebih mengenal dan mencintai tembang macapat.

Selain itu, pada awal tahun 2025, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta memulai program penguatan kelembagaan yang bertujuan untuk melestarikan tradisi macapat. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga dan mengembangkan seni tradisional di tengah arus modernisasi.

Di sisi lain, tokoh-tokoh masyarakat juga berperan aktif dalam memperkenalkan tembang macapat. Misalnya, Kak Kamtiyana memperkenalkan Kwartir Daerah DIY melalui tembang macapat Asmarandana, sebuah upaya yang menggabungkan nilai-nilai kepramukaan dengan budaya lokal.

Melalui berbagai upaya tersebut, tembang macapat di tahun 2025 tidak hanya dipertahankan sebagai warisan budaya, tetapi juga dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks zaman, sehingga tetap relevan dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat.